Minggu, 29 Januari 2023

Belajar Sederhana dari Si Udin Kecil (Bagian 1)


Si Udin kecil memang baru berusia 10 Tahun, tapi nampak jelas jika dia adalah pribadi yang mandiri. Barang-barangnya tertata rapi di kamarnya. Dalam keseharian, gak usah mikir bangunin tidur, karena dia jam 3 sudah bangun menjalankan sholat tahajud  dan tidak lupa sedikit menyiapkan belajar untuk paginya di sekolah.

Start pagi jam 3 dini hari itu, tak lupa pekerjaan ringan dari menyapu mengepel hingga sedikit menimba air dan menyiapkan air panas untuk mandi. Kalau perkejaan berberes tempat tidur tidak usah ditanyakan lagi karena sudah pasti beres.

Udin kecil memang bukan anak orang kaya karena dia dilahirkan oleh seorang ibu guru kampung dan ayahnya adalah buruh tani padi dari hasil menyewa. Bukan tergolong mampu untuk ukuran keluarga sejahtera. Kalau anak-anak di kota berpikir nyaman dengan barang-barang mewah, mainan gadget mahal dan uang saku besar, si Udin cukup dengan bontotan nasi kepal yang isinya hanya sesuwir daging pindang dan sepotong tempe. Sederhana tapi yang penting kenyang katanya.

Si Udin kecil berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Sengaja dia berangkat pagi karena untuk menghindari panas dan lalu lintas ramai. Gk usah mikir sepeda, karena kendaraan itu cukup mahal dari ukuran keluarga ini. Dulu sempat punya sepeda bekas yang dipakai gantian dengan Bapaknya ke sawah, tetapi harus terjual karena kebutuhan beli seragam dan sepatu.

"Sabar ya din, hidup pasti akan berubah...yang rajin belajar biar ke depan jadi orang sukses.

Entah hari itu kenapa agak berbeda karena sang emak hanya memiliki separuh kaleng beras cukup buat sarapan. Si udin harus puas dengan meneguk air minum lebih banyak karena nasi harus berbagi  dengan ayah dan kedua adiknya.

"emak gk makan?

Tanya dia ke emaknya yang nampak sedang sibuk nyiapkan bekal buat Bapak yang mau berangkat ke sawah. Sebenarnya Udin tau kalau nasi itu tidak akan cukup buat mereka semua, tetapi sepertinya Ibunya tenang saja dengan kondisi itu. Kalau puasa sudah jadi kebiasaan di keluarga ini, kalau lapar paling dia hanya kenyang minum air. 

"Hayo dihabiskan yang bersih jangan disisakan" seru emak saat melihat Udin menyisakan sepotong tahu goreng yang mungkin satu2nya lauk enak bersanding dengan rebusan daun singkong rebus diulen garam pagi itu. 

"Aku kenyang mak, seru Udin yang segera menenteng tas, mencium tangan emak dan bapaknya lalu lari berangkat sekolah. 

" Hari ini tidak ada bekal ya Din, emak belum punya uang buat beli beras... " Sahutnya mengantar keberangkatan Udin yang berlari kencang. 

Udin memang sengaja menyisakan sedikit nasi dan tahu goreng dipiringnya karena dia tau kalau pasti nantinya jadi santapan emaknya. 

"Maafin Udin ya mak... makan sisanya Udin" Kata udin dalam hatinya. 

Saat di sekolah, kontras pemandangan dia dsn kawan-kawannya yg rata2 keluarganya lebih mampu. 

"Din, jarimu dimakan sepatu ya? " Seru kawan so Udin yang disambut ger ketawa tan-temannya setelah melihat sol depan sepatu Udin yg sudah sobek hingga beberapa jarinya moncol keluar. 

Si Udin kecil hanya bisa membalas tersenyum dan membetulkan sepatunya. Memang nampak beberapa jarinya nonjol keluar dari sela sela lobang depan sepatunya.. 

Siang itu memang terasa sangat terik. Jam istirahat siang beberapa anak nampak bergerombol menuju kantin sekolah untuk makan siang. Di mana si Udin, ternyata dia mojok di masjid sambil membuka qur'an kecilnya. Hafalannya sudah lumayan 15 juz. Untuk anak berusia 10 tahun mungkin suatu hal yang luar biasa. 

Bersambung..  

Baca kelanjutannya: Belajar Sederhana dari Si Udin Kecil (Bagian 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar