Kamis, 14 Juli 2022

Pakai Pupuk Hayati Supaya Hemat



Pupuk Hayati atau Pupuk basis Mikroba sering dianggap jenisnya sama seperti pupuk organik, padahal secara fungsinya berbeda. Kalau Pupuk Hayati selama ini nampaknya masih dianggap sebelah mata. Sama halnya pupuk organik yang hasilnya tidak bisa didapat secara instan, penggunaan pupuk hayati dianggap tidak memberikan dampak ke tanaman secara langsung.
"Kok bisa, memangnya ini pupuk? Tapi kenapa sudah dikasih banyak tapi tanamannya kelihatannya sama saja dengan yang tidak diberi"
Kata-kata seperti itu yang sering kita dengar di antara petani pemula pengguna pupuk organik dan pupuk hayati.




Sebelumnya petani kita awalnya tidak kenal Pupuk Kimia, yang mereka tau adalah pupuk kandang dari sapi atau pupuk hijauan dari fermentasi tanaman hijauan. Namun seiring dengan perkembangan revolusi hijau dan dalam rangka mendongkrak produksi tanaman maka mulailah pupuk kimia diperkenalkan sebagai pendongkrak poduksi tanaman khususnya dalam budidaya Padi, Jagung dan Kedelai pada era tahun 90 an. 
Tanaman Pangan yang di berikan pupuk kimia memang lebih baik produktifitasnya.
Seiring dengan berjalannya waktu ternyata penggunaan pupuk kimia seakan tidak sesuai dengan harapan. Kesannya tidak berefek lagi ke tanaman, bahkan dengan peningkatan dosis penggunaannya sudah tidak bisa digunakan sebagai patokan peningkatan hasilnya.
Katakanlah pupuk tunggal yang dilipatkan dosisnya ternyata tidak serta merta akan menghasilkan produktifitas yang berlipat juga. 
Kenapa itu bisa terjadi?
Kita sebelumnya mengenalnya dengan istilah penurunan kesuburan hara tanah atau bisa juga disebut kehilangan kemampuan/ miskin hara.
Bagaimana bisa tanah yang sebelumnya bisa mendukung produksi tanaman dengan sangat baik menjadi kehilangan daya dukungnya. Tanah semakin keras dan tidak bisa menjadi media tumbuh tanaman yang baik.

Usut punya usut ternyata hal ini disebabkan penumpukan kadar mineral tanah yang terdapat di pupuk kimia dan tidak dapat terurai dengan sempurna.
Penggunaan pupuk berbasis phospat dan kalium yang notabene adalah jenis batuan tidak mampu terurai dengan baik di dalam tanah dan akhirnya semakin menumpuk dan mengeraskan lapisan olah tanah. Akibatnya dengan berjalannya waktu lapisan olah tanahnya akan semakin memadat dan mengeras.
"Terus solusinya bagaimana?"
Sebenarnya pemerintah melalui dinas pertanian telah menyadari hal itu dan mulai memperkenalkan pentingnya penambahan pupuk organik ke lahan. Pupuk organik ini memang keberterimaannya masih lambat di kalangan Petani, hal ini mengingat fungsinya yang tidak dapat diperoleh tanaman secara instan. 
Perlu 1-2 kali atau bahkan 1-2 musim aplikasi pupuk organik sehingga tanah dapat kembali kesuburan fisiknya. 
Satu hal lagi adalah pentingnya penambahan pupuk hayati untuk mengembalikan kesuburan biologis tanahnya atau peningkatan mikroba tanah untuk meningkatkan kegiatan dekomposisi dan perombakan unsur hara tanah dari yang semula tidak tersedia menjadi tersedia.

"Pilihannya sebenarnya bagaimana?"
Untuk hasil produktifitas tinggi dan daya dukung lahan bisa maksimal, syarat kesuburan fisik, biologis dan kimia harus dapat dicapai. 
Solusi ini selain dapat meningkatkan produktifitas dan menjaga kesuburan tanah jangka panjang, juga akan menghemat penggunaan biaya dalam budidaya. 
Masih yakin dananya kuat buat beli pupuk kimia budidaya sekarang? 

Yuk cerdas dalam budidaya... Gunakan pupuk organik dan hayati.. 
Produk pupuk hayati bisa dicari kandungannya yang pangkatnya tinggi koloninya... Biar awet dan tahan lama. Dan satu lagi periksa jenis mikroba unggulnya.. Sudahkah mengandung mikroba penambat N, pelarut P, pelarut K, dekomposer atau zpt. 
"Waduh ngeceknya gimana, susah Pak?"
Tanya wak karjo di saung PSG. 

"Gak usah bingung wis, ini saja Pupuk Hayati Hebat Petro:

1. Petrobiofertil 
2. Potensida
3. Petrikaphos
4. Petrogladiator

Pupuk Organiknya
1. Sidanik
2. Baktenik
3. Dll

"Kalau pakai pupuk hayati memang bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia sampai berapa persen Pak? "
Tanya pak Bejo. 
"Kalau kandungan pupuk terakumulasi ditanahnya banyak ya bisa hemat 10-30 persen tergantung kondisi...kurang lebih segitu lah"
Dicoba saja pak bejo... Dikurangi pemakaian pupuk SP dan KCLnya... Kalau ureanya dilihat pakai ini "BWD" Bagan Warna Daun, jelas Kang Amin"

"Mulai dari 5-10 persen dulu... kalau mantab bisa di minimalkan lagi. Kalau rata-rata uji cobanya di range 10-30 persen itu penghematan pupuknya"
"Hemat.. 
"Hemat.. 
"Hemat.. 
Tapi Harus Tepat 

"Benihnya tersedia  tambahkan potensida"  
"Hematnya berhasil pakainya Biofertil"
"Haranya diglontor pakai Petrogladiator"


"Bangga jadi Petani Petrosida"
"Petani sejahtera bangsa berjaya"







Tidak ada komentar:

Posting Komentar