Jumat, 29 Juli 2022

Insektisida Neonicotinoid Translaminar, Apa Memang Lebih Baik ?



"Istilahnya sapu jagat"... 

Kalau dihitung-hitung mungkin sudah sekitar 20-30 tahunan golongan piretroid merajai untuk insektisida murah. Seiring dengan perjalanan waktu, golongan insektisida piretroid yang di sebut  "sapu jagat" kalau sekarang bagaimana?

Kalau ditelisik, laporan adanya larangan penggunaan piretroid untuk hama di tanaman padi muncul ketika disinyalir sifat panas bahan aktif ini menyebabkan percepatan penetasan telur wereng. Sifat sapu jagatnya juga disinyalir sebagai penyebab kematian banyak musuh alami karena penggunaannya yang berlebihan. Kendati demikian, sebenarnya bahan  ini banyak disukai petani karena harganya yang sangat terjangkau oleh petani, dan jangan lupa...budaya petani kita seringkali menambahkan dosis untuk mempercepat kinerja pestisida..ini yang harus dirubah. 

"Kalau dibandingkan antara untung ruginya penggunaan pestisida jenis ini bagaimana?"

Namanya saja racun, bahan kimia ya pasti berbahaya baik untuk manusia maupun buat lingkungan. Seaman amannya pestisida, kalau penggunaanya sembarangan akan berbahaya juga.

Mereduksi tingkat bahaya penggunaan pestisida harus memperhatikan prinsip 6 Tepatnya (Tepat Jenis, Tepat Waktu, Tepat Sasaran, Tepat Takaran, Tepat Cara dan Tepat Mutu). Jika dilaksanakan dengan benar maka resiko bahayanya dapat ditekan seminimal mungkin. Kendalikan bukan pembasmian, jadi gangguan itu cukup dikendalikan hingga dibawah ambang kendalinya atau di bawah ambang ekonominya. Hama juga butuh makan, dan ingat siklus rantai makanan...hama juga merupakan makanan dari musuh  alamai.

Hal yang menjadi pelajaran adalah ketika hama telah dimusnahkan akan menimbulkan ancaman baru dari jenis lain yang selama ini malah tidak berbahaya. "Namanya keseimbangan ekosistem" kata Petugas PPL.

Kalau saat ini kira-kira yang aman jenis insektisida apa?



Tidak bisa disebutkan pestisida aman, karena semua pestisida ya namanya racun berbahaya.....cuman tingkatannya yang perlu diperhatikan. 

Neonikotinoid insektisida kelas baru sintetis dari turunan nikotin.

Neonikotinoid bekerja menargetkan sistem saraf serangga, mengikat reseptor nikotinnya dan mengganggu pengiriman impuls saraf. Terdapat 7 bahan aktif yang berbeda yaitu:

1.       acetamiprid,

2.       clothianidin,

3.       dinotefuran,

4.       imidacloprid,

5.       nitenpyram,

6.       thiacloprid,

7.       thiamethoxam

Neonikotinoid digunakan dengan cara sprai ke daun, dicampurkan benih untuk mengendalikan hama dan virus, atau dengan kocoran ke tanah dengan neonikotinoid sehingga akar tanaman akan menyerap pestisida tersebut dan mentransmisikannya di jaringan di seluruh permukaan tanaman khususnya daun (Watts M, 2011).

Imidakloprid adalah bahan aktif pertama yang dipasarkan dan paling populer. Aplikasi Imidacloprid pada umumnya dengan penyemprotan, namun akan lebih efektif jika diaplikasikan pada tanah (khususnya pada hama penghisap).

Nicotinoid menimbulkan kerusakan saraf akut, kelumpuhan bahkan kematian pada hama. Setelah dilakukan aplikasi, bahan aktif insektisida akan masuk ke dalam jaringan tanaman, baik itu akar, daun ataupun bagian tanaman lain sehingga mengandung bahan aktif tersebut. Jadi, cukup efektif untuk mengendalikan hama serangga tipe penghisap seperti kutu daun, yang biasanya menghisap bagian daun yang masih muda.

Insektisida bahan aktif neonicotinoid, seperti yang kita ketahui umumnya disemprotkan (spray). Namun berdasarkan tingkat kelarutannya, insektisida ini akan jauh lebih efektif jika diaplikasikan melalui tanah (akar). Aplikasi insektisida melalui tanah, mengurangi resiko kematian serangga lain (karena terpapar) yang bermanfaat bagi tanaman seperti lebah penyerbuk. Imidacloprid, clothianidin, dinotefuran, thiamethoxam dianggap oleh US-EPA sangat beracun bagi lebah madu. Semuanya memiliki LD50 dimana tergolong kategori sangat beracun (Sumber: Vermont Agency of Agriculture, 2015).




Toksisitas Neonicotinoids kurang beracun untuk mamalia dan burung dan dikembangkan untuk menggantikan organofosfat dan zat kimia insektisida lainnya yang lebih beracun (toksisitasnya tinggi). Oleh EPA, neonicotinoid dikategorikan dalam kelas 2 dan 3 dalam hal tingkat toksisitasnya dan diberi label “peringatan”. Zat ini kurang beracun bila diserap oleh kulit atau bila terhirup dibandingkan jika tertelan. Pada kulit pun diketahui tidak menimbulkan iritasi. Imidakloprid digolongkan kelompok E (tidak ada bukti karsinogenisitas). Pada hewan dan manusia, imidacloprid dengan cepat dan hampir sepenuhnya diserap oleh saluran pencernaan, dan dieliminasi (dibuang) melalui urine dan kotoran dalam waktu 48 jam. (Sumber: Vermont Agency of Agriculture, 2015).

Mengingat cara kerjanya yang dapat masuk ke jaringan tanaman dan tingkat residunya bertahan lebih lama maka pestisida jenis ini perlu diperhitungkan agar 30 Hari sebelum panen tidak diaplikasikan kembali. Penggunaan dengan aplikasi kocor dapat digunakan sebagai alternatif untuk mencegah kematian lebah secara langsung.



Selama ini neonicotinoid banyak digunakan untuk penanggulangan hama dengan tipe penusuk penghisap dan perusak daun. Kecenderungan terbaru jenis ini juga di manfaatkan sebagai pestisida proteksi benih dan bibit. Jadi memang dibandingkan piretroid insektisida jenis ini memiliki lebih banyak keunggulan.

 

Bagaimana dari sisi harga?

Gak usah khawatir dengan harganya, karena pestisida jenis ini masih sangat terjangkau meskipun sedikit lebih mahal dibandingkan piretroid. Kalau dibandingkan kualitasnya yang lebih baik maka wajar saja kalau pestisida ini lebih di pilih.

Kalau di sebutkan contoh produk dengan merk yang beredar apa saja ya?


Catat biar tidak lupa:

Imidacloprit (Topdor 10 WP, Vendor 212 SL)

Nitenpiram (Teballo 250 SL)

Thiametoksam (Sidathiam 325 EC)

 

 

Siapkah kita dengan penggunaan insektisida jenis Neonikotinoid?

Baca Salahsatu Produk Neonicotinoid Fenomenal

Teballo, Neonicotinoid Kualitas Juara





Tidak ada komentar:

Posting Komentar